Tuesday 22 August 2017

Understanding the Adults in Organizational Sustainability

Adult age is often a reason to avoid life's problems. Maturity becomes self-shield to try to exist in debate and discussion. The goal is not to seek the truth but to seek fame. At least that's some of the conditions experienced for several years berkejulut in the world of student organizations. In the continuity of student organizations certainly many types of characters and behaviors encountered. All of these behaviors indicate the existence of human life in progress.
Let's take a closer look at the various forms of maturity to seek fame.
1. Adults have more personality
Exercising extra is meant is doing what things are nature to give effect in the environment of the organization. They can be "extreme" opinions in discussions, dramatic questions, to "value" oration. If judged from the aspect of usefulness in fact many benefits that can be given. If the adult adheres to the slogan talk less do more. Adults of this type usually have many followers who mostly like the physical aspect of the adult. It is common that every adult needs an appreciation / appreciation from anyone. Appreciation from one's peers, from subordinates, and certainly from the leadership of the organization. Appreciation is needed to increase the confidence of adults this more personality. If you do not get an appreciation then the adult can add to the category as in the next point.
Adult Learner in Yogyakarta State University
2. Adults are onion skin
Maybe we already know the thinness of the onion skin. Thin, that describes the hearts of some adults in organizational life. It is said to be thin because it is easy to fragile, easy to break, crumble and even crumble. Like the skin of onions that are too lightly brought anywhere, too fragile to grasp, too thin to carve the adult's heart in organizing. Mistakes in managing their hearts will lead to fragility of organization. But that needs to know their numbers are quite a lot and quite productive in organizing. So it takes a big soul of leadership to keep the adult hearted onion skin. A little social friction that occurs between managers can cause excessive heat. That's a skinless onion-skinned adult. But there is no reason to let them in the thinness of the liver, and also there is no reason to strengthen their hearts because that is the nature of organizational adults, what they see is based on the experience they live.
3. Adults think critically
Every decision is criticized, every issue has criticism, every agenda is almost the whole process is criticized. Claiming to be good but delivered poorly, frontally, roughly and so on. So that his intention is not good. In an organization it is necessary criticism that is constructive. Building in the sense of not only assessing and evaluating but also providing an overview of what has been evaluated to be packed better than the previous one. But in her role in the adult organization will look more vocal, kevokalannya higher than adults in the first point. The side difference is seen from aspects of performance in the field. Some of these adult coupons are weak in performance. This can be due to some problems such as experience that has been so much that feel no longer need to work. Then the background of a qualified organization, once a top leadership so accustomed to not work in the field.
4. Sincere hearted adults

In any community we encounter a sincere heart. Sincere intent means to work in organizations according to ability, not much thought and criticism and vocal in practice. This indicates that the adult has no interest in organiasasi other than to develop themselves or channel the passion in social and leisure time. Usually these adults look simple, not talkative, joking, sensible and more relaxed than others.

Monday 21 August 2017

Penyakit Lisan Terburuk dan Tercela: Ghibah dan Namimah

Relakah kalau Kita jadi sasaran celaan orang lain? Maukah Kita kalau kakak atau adik kandung Kita menjadi buah bibir masyarakat terhadap kekeliruan yang dilakukannya? Ridhakah Kita kalau ada orang membuka aib (cela) diri Kita di depan orang banyak? Kalau Kita tidak suka itu semua, semua orang pun tidak menyukainya, iya bukan???
Karena itulah, Allah swt Yang Maha Sayang kepada hamba-hamba-Nya yang setia beriman, memperingatkan sejak awal akan bahaya ghibah (menggunjing), membuka aib seseorang. Peringatan Allah diungkapkan dengan bahasa komunikasi yang sangat efektif, dengan cara memberikan perumpamaan orang yang menggunjing saudaranya seperti menyantap daging segar saudaranya yang sudah menjadi mayit itu. Artinya kalau memakan daging mayit tidak disukai, maka mengapa orang suka membicarakan keburukan dan aib saudaranya yang jauh dari pengetahuannya.
Apa maksud Allah swt memulai ayat larangan ghibah dengan seruan kepada orang beriman? Apa artinya Allah mengaitkan perbuatan tercela itu dengan keimanan? Yaa ayyulladziina aamanuu (wahai orang-orang beriman…). Demikian Allah sangat sayang dan penih mahabbah menyeru, mengingatkan dan mentaujih kita orang beriman. Karena Iman dan sifat tercela itu tidak akan mungkin bersatu, ibarat air dengan minyak, tidak logis muslim apalagi dai mendekati sesuatu yang dicela Allah swt dan rasul-Nya.
كل المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه (رواه مسلم)
Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram, darahnya, hartanya dan kehormatan dirinya (H.R. Muslim).
Karena ghibah merupakan larangan Allah, rambu-rambu pergaulan dengan sesama, lebih jauh lagi ia merupakan arahan Ilahi bagi orang beriman agar menjauhi sifat tercela itu, maka pelanggaran terhadap larangan dan peringatan itupun berakibat kepada kenistaan pelakunya. Dengarkan kisah perjalanan Isra Mi’raj Rasulullah saw yang sempat diperlihatkan beberapa pemandangan yang mengerikan, untuk lebih meyakinkan diri dan umatnya terhadap kejadian yang menimpa itu, “Pada malam perjalanan Isra Mi’raj, aku diperlihatkan orang-orang yang mencakar-cakar mukanya dengan kuku-kuku tajam mereka, aku bertanya: Wahai Jibril siapa mereka itu? Jibril a.s menjawab: Mereka adalah orang-orang yang menggunjing orang lain dan membuka aib (kehormatan) dirinya”. (H.R. Abu Daud dengan sanad yang sangat shahih). Semoga Allah melindungi kita dari azab dan siksa-Nya.
Meskipun ghibah bukan merupakan kaba’ir (dosa besar) tetapi ternyata melakukannya menjadi factor penyebab menimpanya azab kubur kepada pelakunya. Sahabat Jabir berkisah: Ketika kami bersama dengan Rasulullah saw, kami melewati 2 buah makam, seraya Rasulullah saw bersabda: Mereka berdua sedang disiksa di kubur mereka, bukan karena dosa besar yang dilakukannya, tetapi yang satu karena menggunjing orang lain, sedangkan yang lain tidak bersuci dari kencingnya”.
Karenanya pula Rasulullah saw memberikan peringatan yang keras, sampai-sampai ia menyampaikannya dalam sebuah khutbah dengan suara yang menggelegar terdengar wanita-wanita di rumah mereka, “Wahai orang-orang yang percaya kepada lisannya, tapi tidak mempercayai hati nuraninya, jangan kalian menggunjing saudaramu sesama muslim, jangan pula membuka auratnya, karena siapa yang membuka aurat saudaranya niscaya Allah akan membuka aib dirinya, barang siapa yang Allah buka aib dirinya, Dia akan mencela dirinya walau di dalam rumahnya” (H.R. Ibnu Abid-Dunya, Abu Daud dari hadits Abu Burzah dengan sanad yang jayyid).
Ingatlah , bahwa saat Kita melakukan taqwim tarbawi, dan Kita menyentuh kekurangan-kekurangan akh yang Kita taqwim tersebut, jarak antara proses itu dengan ghibah sangatlah tipis. Karenanya, sebelum Kita melangkah kepada proses taqwim, hendaknya membersihkan hati Kita, ikhlaskan niat dan motivasi, tingkatkan dzikir dan amalan-amalan shalih Kita. Sebab kita harus merasa khawatir akan terjerumus kepada perbuatan ghibah, sebagaimana sering dikhawatirkan para Salafus-Shalih.
Ibnu Abbas menyerukan, “Siapa yang berkeinginan menyebut aib temannya, maka sebutkanlah terlebih dahulu menyebut aib dirinya”. Abu Hurairah pun berkata, “Sungguh mengherankan, ada orang dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya, tetapi tidak dapat melihat kotoran besar di matanya sendiri. Sebagaimana al-Hasan menegaskan, “Ikhwah fillah, Kita tidak akan memperoleh lezat dan esensi iman, sampai Kita mampu tidak membuka aib temanmu dengan sebuah aib yang ada pada diri Kita, sampai Kita juga mampu memperbaiki aib itu dimulai dari dirimu. Jika itu dapat Kita lakukan, niscaya Kita akan terbiasa menyibukkan diri dengan perbaikan diri Kita, dan hal itu yang disukai Allah”.
Adalah bukti kasih saying Rasul qudwah kita, ketika memberikan arahan tentang bahaya lisan, bahwa kesempurnaan Islam seseorang dilihat dari kebersihan lisan dan tangannya dari bentuk-bentuk gangguan terhadap saudaranya:
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده (رواه مسلم)
Orang muslim adalah yang orang muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya (H.R. Muslim).
Di antara bentuk gangguan lisan itu adalah “namimah” (‘mengadu domba’), seseorang berkata kepada kawannya, bahwa si Fulan telah mengatakan sesuatu tentang dirimu. Sehingga hal tersebut membuat kawannya marah dan tidak suka kepada si Fulan itu.
Namun bentuk namimah tidak sebatas provokasi, tetapi menyebarkan rahasia seseorang juga termasuk namimah, atau memberitahukan orang sesuatu yang tidak disukainya. Kondisi seperti ini hendaknya disikapi dengan sikap yang bijak, yakni tidak menambah penyebaran berita itu, tetapi sebaiknya ia mendiamkan, kecuali pemberitaan sesuatu yang ada manfaat dan maslahatnya bagi muslim atau untuk mencegah bahayanya.
Ketahuilah, bahwa setiap yang dilarang dalam Islam, memberikan manfaat besar bagi muslim, baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan masyarakat. Ternyata bahaya namimah tidak hanya untuk pribadi pelakunya, tetapi dapat memberikan dampak yang sangat luas dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.
Karenanya Allah swt dan Rasul-Nya memberikan ancaman-ancaman berat bagi para pelaku namimah
 “Jangan kamu taati orang-orang yang mendustakan agama….(yaitu) yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah” (Q.S. Al-Qalam: 11).
“Neraka wail bagi pengumpat atau penyebar fitnah dan pencela” (Q.S. Al-Humazah: 1)
“…akan masuk neraka…….pembawa kayu bakar” (Q.S. Al-Masad: 2-4), si pembawa kayu bakar itu dahulunya orang yang menyebarkan fitnah. Sebagaimana 2 wanita yang berkhianat kepada suaminya yang Nabi itu, mereka adalah wanita-wanita yang menyebarkan fitnah dan aib suaminya yang salih-salih itu (baca surat at-Tahrim).
“Tidak akan masuk surga orang yang melakukan namimah” (H.R. Imam Bukhari Muslim).
“Orang yang paling dicintai Allah adalah orang-orang yang berupaya melakukan ta’lif (menjadi golongan perekat), sedangkan yang paling dibenci Allah adalah orang-orang yang menyebar fitnah, yang memecah persatuan saudaranya, mencari-cari kesalahan orang shalih” (H.R. Imam Thabrani).
“Maukah kalian aku beritahu orang yang paling buruk di antara kalian? Dia adalah orang yang berjalan berkeliling melakukan namimah, merusak persaudaraan orang-orang yang saling bercinta dan yang mencari kesalahan orang” (H.R. Ahmad).
Setiap kita pasti tidak suka difitnah, sebagaimana kita juga tidak suka ayah atau ibu atau saudara kita mendapat fitnah; karena itulah orang lain juga tidak senang difitnah dan dibicarakan aib diri mereka.Untuk itu setiap ada berita kita dengar atau lihat, hendaknya diklarifikasi di-tabayyun, jika tidak, maka akan berakibat fatal. Tadabburi pesan Allah swt:
Wahai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq dengan membawa sebuah berita, hendaknya diklarifikasi (tabayyun), karena khawatir menimpa suatu kaum dengan cara yang ‘bodoh’ yang akan mengakibatkan kalian menyesal. (Q.S. Al-Hujurat: 6)
Yakinlah, bahwa bimbingan dan arahan Allah dan Rasul-Nya pasti memberikan pencerahan dan kesejahteraan hidup, pada kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan hidup bernegara serta kebaikan bagi peradaban manusia. Wallahu A’lam

Sumber: Khithab Qiyadi, Taujihat Lailatul Katibah