Tuesday, 22 August 2017

Understanding the Adults in Organizational Sustainability

Adult age is often a reason to avoid life's problems. Maturity becomes self-shield to try to exist in debate and discussion. The goal is not to seek the truth but to seek fame. At least that's some of the conditions experienced for several years berkejulut in the world of student organizations. In the continuity of student organizations certainly many types of characters and behaviors encountered. All of these behaviors indicate the existence of human life in progress.
Let's take a closer look at the various forms of maturity to seek fame.
1. Adults have more personality
Exercising extra is meant is doing what things are nature to give effect in the environment of the organization. They can be "extreme" opinions in discussions, dramatic questions, to "value" oration. If judged from the aspect of usefulness in fact many benefits that can be given. If the adult adheres to the slogan talk less do more. Adults of this type usually have many followers who mostly like the physical aspect of the adult. It is common that every adult needs an appreciation / appreciation from anyone. Appreciation from one's peers, from subordinates, and certainly from the leadership of the organization. Appreciation is needed to increase the confidence of adults this more personality. If you do not get an appreciation then the adult can add to the category as in the next point.
Adult Learner in Yogyakarta State University
2. Adults are onion skin
Maybe we already know the thinness of the onion skin. Thin, that describes the hearts of some adults in organizational life. It is said to be thin because it is easy to fragile, easy to break, crumble and even crumble. Like the skin of onions that are too lightly brought anywhere, too fragile to grasp, too thin to carve the adult's heart in organizing. Mistakes in managing their hearts will lead to fragility of organization. But that needs to know their numbers are quite a lot and quite productive in organizing. So it takes a big soul of leadership to keep the adult hearted onion skin. A little social friction that occurs between managers can cause excessive heat. That's a skinless onion-skinned adult. But there is no reason to let them in the thinness of the liver, and also there is no reason to strengthen their hearts because that is the nature of organizational adults, what they see is based on the experience they live.
3. Adults think critically
Every decision is criticized, every issue has criticism, every agenda is almost the whole process is criticized. Claiming to be good but delivered poorly, frontally, roughly and so on. So that his intention is not good. In an organization it is necessary criticism that is constructive. Building in the sense of not only assessing and evaluating but also providing an overview of what has been evaluated to be packed better than the previous one. But in her role in the adult organization will look more vocal, kevokalannya higher than adults in the first point. The side difference is seen from aspects of performance in the field. Some of these adult coupons are weak in performance. This can be due to some problems such as experience that has been so much that feel no longer need to work. Then the background of a qualified organization, once a top leadership so accustomed to not work in the field.
4. Sincere hearted adults

In any community we encounter a sincere heart. Sincere intent means to work in organizations according to ability, not much thought and criticism and vocal in practice. This indicates that the adult has no interest in organiasasi other than to develop themselves or channel the passion in social and leisure time. Usually these adults look simple, not talkative, joking, sensible and more relaxed than others.

Monday, 21 August 2017

Penyakit Lisan Terburuk dan Tercela: Ghibah dan Namimah

Relakah kalau Kita jadi sasaran celaan orang lain? Maukah Kita kalau kakak atau adik kandung Kita menjadi buah bibir masyarakat terhadap kekeliruan yang dilakukannya? Ridhakah Kita kalau ada orang membuka aib (cela) diri Kita di depan orang banyak? Kalau Kita tidak suka itu semua, semua orang pun tidak menyukainya, iya bukan???
Karena itulah, Allah swt Yang Maha Sayang kepada hamba-hamba-Nya yang setia beriman, memperingatkan sejak awal akan bahaya ghibah (menggunjing), membuka aib seseorang. Peringatan Allah diungkapkan dengan bahasa komunikasi yang sangat efektif, dengan cara memberikan perumpamaan orang yang menggunjing saudaranya seperti menyantap daging segar saudaranya yang sudah menjadi mayit itu. Artinya kalau memakan daging mayit tidak disukai, maka mengapa orang suka membicarakan keburukan dan aib saudaranya yang jauh dari pengetahuannya.
Apa maksud Allah swt memulai ayat larangan ghibah dengan seruan kepada orang beriman? Apa artinya Allah mengaitkan perbuatan tercela itu dengan keimanan? Yaa ayyulladziina aamanuu (wahai orang-orang beriman…). Demikian Allah sangat sayang dan penih mahabbah menyeru, mengingatkan dan mentaujih kita orang beriman. Karena Iman dan sifat tercela itu tidak akan mungkin bersatu, ibarat air dengan minyak, tidak logis muslim apalagi dai mendekati sesuatu yang dicela Allah swt dan rasul-Nya.
كل المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه (رواه مسلم)
Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram, darahnya, hartanya dan kehormatan dirinya (H.R. Muslim).
Karena ghibah merupakan larangan Allah, rambu-rambu pergaulan dengan sesama, lebih jauh lagi ia merupakan arahan Ilahi bagi orang beriman agar menjauhi sifat tercela itu, maka pelanggaran terhadap larangan dan peringatan itupun berakibat kepada kenistaan pelakunya. Dengarkan kisah perjalanan Isra Mi’raj Rasulullah saw yang sempat diperlihatkan beberapa pemandangan yang mengerikan, untuk lebih meyakinkan diri dan umatnya terhadap kejadian yang menimpa itu, “Pada malam perjalanan Isra Mi’raj, aku diperlihatkan orang-orang yang mencakar-cakar mukanya dengan kuku-kuku tajam mereka, aku bertanya: Wahai Jibril siapa mereka itu? Jibril a.s menjawab: Mereka adalah orang-orang yang menggunjing orang lain dan membuka aib (kehormatan) dirinya”. (H.R. Abu Daud dengan sanad yang sangat shahih). Semoga Allah melindungi kita dari azab dan siksa-Nya.
Meskipun ghibah bukan merupakan kaba’ir (dosa besar) tetapi ternyata melakukannya menjadi factor penyebab menimpanya azab kubur kepada pelakunya. Sahabat Jabir berkisah: Ketika kami bersama dengan Rasulullah saw, kami melewati 2 buah makam, seraya Rasulullah saw bersabda: Mereka berdua sedang disiksa di kubur mereka, bukan karena dosa besar yang dilakukannya, tetapi yang satu karena menggunjing orang lain, sedangkan yang lain tidak bersuci dari kencingnya”.
Karenanya pula Rasulullah saw memberikan peringatan yang keras, sampai-sampai ia menyampaikannya dalam sebuah khutbah dengan suara yang menggelegar terdengar wanita-wanita di rumah mereka, “Wahai orang-orang yang percaya kepada lisannya, tapi tidak mempercayai hati nuraninya, jangan kalian menggunjing saudaramu sesama muslim, jangan pula membuka auratnya, karena siapa yang membuka aurat saudaranya niscaya Allah akan membuka aib dirinya, barang siapa yang Allah buka aib dirinya, Dia akan mencela dirinya walau di dalam rumahnya” (H.R. Ibnu Abid-Dunya, Abu Daud dari hadits Abu Burzah dengan sanad yang jayyid).
Ingatlah , bahwa saat Kita melakukan taqwim tarbawi, dan Kita menyentuh kekurangan-kekurangan akh yang Kita taqwim tersebut, jarak antara proses itu dengan ghibah sangatlah tipis. Karenanya, sebelum Kita melangkah kepada proses taqwim, hendaknya membersihkan hati Kita, ikhlaskan niat dan motivasi, tingkatkan dzikir dan amalan-amalan shalih Kita. Sebab kita harus merasa khawatir akan terjerumus kepada perbuatan ghibah, sebagaimana sering dikhawatirkan para Salafus-Shalih.
Ibnu Abbas menyerukan, “Siapa yang berkeinginan menyebut aib temannya, maka sebutkanlah terlebih dahulu menyebut aib dirinya”. Abu Hurairah pun berkata, “Sungguh mengherankan, ada orang dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya, tetapi tidak dapat melihat kotoran besar di matanya sendiri. Sebagaimana al-Hasan menegaskan, “Ikhwah fillah, Kita tidak akan memperoleh lezat dan esensi iman, sampai Kita mampu tidak membuka aib temanmu dengan sebuah aib yang ada pada diri Kita, sampai Kita juga mampu memperbaiki aib itu dimulai dari dirimu. Jika itu dapat Kita lakukan, niscaya Kita akan terbiasa menyibukkan diri dengan perbaikan diri Kita, dan hal itu yang disukai Allah”.
Adalah bukti kasih saying Rasul qudwah kita, ketika memberikan arahan tentang bahaya lisan, bahwa kesempurnaan Islam seseorang dilihat dari kebersihan lisan dan tangannya dari bentuk-bentuk gangguan terhadap saudaranya:
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده (رواه مسلم)
Orang muslim adalah yang orang muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya (H.R. Muslim).
Di antara bentuk gangguan lisan itu adalah “namimah” (‘mengadu domba’), seseorang berkata kepada kawannya, bahwa si Fulan telah mengatakan sesuatu tentang dirimu. Sehingga hal tersebut membuat kawannya marah dan tidak suka kepada si Fulan itu.
Namun bentuk namimah tidak sebatas provokasi, tetapi menyebarkan rahasia seseorang juga termasuk namimah, atau memberitahukan orang sesuatu yang tidak disukainya. Kondisi seperti ini hendaknya disikapi dengan sikap yang bijak, yakni tidak menambah penyebaran berita itu, tetapi sebaiknya ia mendiamkan, kecuali pemberitaan sesuatu yang ada manfaat dan maslahatnya bagi muslim atau untuk mencegah bahayanya.
Ketahuilah, bahwa setiap yang dilarang dalam Islam, memberikan manfaat besar bagi muslim, baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan masyarakat. Ternyata bahaya namimah tidak hanya untuk pribadi pelakunya, tetapi dapat memberikan dampak yang sangat luas dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.
Karenanya Allah swt dan Rasul-Nya memberikan ancaman-ancaman berat bagi para pelaku namimah
 “Jangan kamu taati orang-orang yang mendustakan agama….(yaitu) yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah” (Q.S. Al-Qalam: 11).
“Neraka wail bagi pengumpat atau penyebar fitnah dan pencela” (Q.S. Al-Humazah: 1)
“…akan masuk neraka…….pembawa kayu bakar” (Q.S. Al-Masad: 2-4), si pembawa kayu bakar itu dahulunya orang yang menyebarkan fitnah. Sebagaimana 2 wanita yang berkhianat kepada suaminya yang Nabi itu, mereka adalah wanita-wanita yang menyebarkan fitnah dan aib suaminya yang salih-salih itu (baca surat at-Tahrim).
“Tidak akan masuk surga orang yang melakukan namimah” (H.R. Imam Bukhari Muslim).
“Orang yang paling dicintai Allah adalah orang-orang yang berupaya melakukan ta’lif (menjadi golongan perekat), sedangkan yang paling dibenci Allah adalah orang-orang yang menyebar fitnah, yang memecah persatuan saudaranya, mencari-cari kesalahan orang shalih” (H.R. Imam Thabrani).
“Maukah kalian aku beritahu orang yang paling buruk di antara kalian? Dia adalah orang yang berjalan berkeliling melakukan namimah, merusak persaudaraan orang-orang yang saling bercinta dan yang mencari kesalahan orang” (H.R. Ahmad).
Setiap kita pasti tidak suka difitnah, sebagaimana kita juga tidak suka ayah atau ibu atau saudara kita mendapat fitnah; karena itulah orang lain juga tidak senang difitnah dan dibicarakan aib diri mereka.Untuk itu setiap ada berita kita dengar atau lihat, hendaknya diklarifikasi di-tabayyun, jika tidak, maka akan berakibat fatal. Tadabburi pesan Allah swt:
Wahai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq dengan membawa sebuah berita, hendaknya diklarifikasi (tabayyun), karena khawatir menimpa suatu kaum dengan cara yang ‘bodoh’ yang akan mengakibatkan kalian menyesal. (Q.S. Al-Hujurat: 6)
Yakinlah, bahwa bimbingan dan arahan Allah dan Rasul-Nya pasti memberikan pencerahan dan kesejahteraan hidup, pada kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan hidup bernegara serta kebaikan bagi peradaban manusia. Wallahu A’lam

Sumber: Khithab Qiyadi, Taujihat Lailatul Katibah

Tuesday, 30 May 2017

Orang Puasa Selalu Membuat Sejarah

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa"(QS.Al-Baqarah: 183).

Puasa mengajarkan kepada kita bahwa kita adalah mahluk sejarah yang berperan aktif dalam pembentukan sejarah kehidupan manusia. Manusia bukanlah sosok yang tiba-tiba datang dari langit yang kemudian datang ke bumi atau sosok yang datang dari suatu tempat yang tidak diketahui latar belakangnya sehingga kita tak perlu peduli tentang apa yang akan diperbuatnya dimasa mendatang, dan bukan pula sosok yang kemudian tanpa jati diri dan dicitrakan dengan mengidentikkan umat Islam adalah teroris sebagaimana yang dituduhkan saat ini. Semua tuduhan negatif itu mungkin bisa terjadi kalau umat Islam itu tidak memiliki latar belakang sejarah yang jelas. Umat Islam adalah ummat yang memiliki jati diri dan sejarah yang jelas. Makanya seseorang itu tidak bisa dikaitkan secara langsung dengan Islam seandainya prilakunya sangat jauh atau tidak sesuai dengan prilaku standar sejarah umat Islam dimasa lalu.

Dalam QS Al Baqarah ayat 183-184 Allah SWT berfirman bahwa pewajiban adanya puasa di bulan Ramadhan ini adalah kewajiban yang telah terjadi sebelum anda. Anda bisa bermakna dua, pertama anda bermakna masyarakat Rasulullah SAW yang dahulu mendapatkan wahyu Allah SWT saat itu, dan karenanya bermakna umat-umat beragama sebelum datangnya Islam, ada agama Yahudi, ada agama Nasrani, yakni agama Yahudi dan Nasrani yang benar yang mengenal pensyariatan puasa, meskipun bentuknya berbeda dengan pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan. Tapi secara prinsip syariat puasa telah diperintahkan oleh Allah SWT.

Ini juga yang mengkaitkan bahwa sesungguhnya agama Islam bukanlah agama yang ingin tampil asal beda, tapi agama Islam adalah agama yang siap melanjutkan hal-hal yang positif yang ada pada ajaran-ajaran agama Samawi yang sebelumnya ada. Karenanya Islam juga melanjutkan agenda Allah yang besar seperti prinsip tauhid (keesaan Allah). Karenanya Islam juga mengakui ajaran kenabian seperti dalam ajaran agama samawi lainnya. Islam juga mengakui adanya ajaran kitab suci, Islam juga mengajarkan tentang pentingnya ahlaq, dll. Yang jelas Islam ini bukanlah agama jadi-jadian yang tidak jelas jati diri dan latar belakang sejarahnya. Atau agama yang asal beda. Tapi Islam adalah agam yang melanjutkan ajaran-ajaran yang positif yang telah dibawa oleh agama samawi sebelum Islam, yang termasuk didalamnya adalah ibadah saum di bulan Ramadhan.

Jadi jika minqoblikum disini diartikan sebagai umat nabi Muhammad, maka ummat nabi Muhammad (umat Islam) ini adalah yang melanjutkan peran sejarah yang dahulu pernah dilakukan oleh umat sebelum Islam dengan adanya perbaikan-perbaikan karena sudah adanya perubahan-perubahan dari agam tauhid yang dahulu dibawa oleh nabi Ibrahim AS, Musa AS dan Isa AS. Al Qur'an menyebutkan bahwa nabi Ibrahim itu bukanlah seorang yang beragam Yahudi, beragam Nasrani bukan pula orang yang musyrik tapi dia adalah seorang muslim yang muslim, yang hanif, yang lurus. Begitu juga dengan nabi Musa AS dan nabi Isa AS. Minkoblikum juga bisa berarti kita sekarang ini, saya dan anda semuanya. Kita telah diwajibkan Allah berpuasa sebagaimana generasi-generasi sebelum kita. Ayah kita, kakek kita, buyut kita dan seterusnya. Maknanya adalah bahwa dinamika tradisi berpuasa melanjutkan peran sejarah itu telah dilakukan oleh merek-mereka yang hidup sebelum kita sampai kepada nabi Muhammad SAW. Apakah yang mereka lakukan? Dalam konteks perjalanan sejarah mereka tidak pernah menjadikan puasa ini sebagai bulan untuk bermalas-malasan. Sebab sejarah tidak bisa dibuat dengan bermalas-malasan. Kalaupun ada adalah sejarah kaum pemalas. 

Tidak ada penemuan-penemuan, tidak akan ada produk-produk, tidak ada bisnis yang unggul yang muncul dari para pemalas. Kita semua akan sukses bisnis, sukses kerja karena oleh mereka yang menghargai waktu, menghargai profesionalitas, menghargai jati diri, mereka yang bekerja secara efektif dan efesien dan dia memahami bahwa dia bisa menymbangkan dan menghasilkan sesuatu. Itulah karakter yang dilakukan oleh orang-orang yang berpuasa dan bisa membentuk sejarah. 

Kemalasan bukanlah karakter yang dimiliki oleh generasi Rasulullah dan para sahabat yang telah berhasil menorah sejarah yang gilang-gemilang. Puasa Rasulullah dan para sahabat adalah puasa yang senantiasa diisi oleh pelaksanaan amal soleh yang berlipat ganda. Rasulullah dikenal sebagai tokoh yang serba positif, serba simpatik, serba proaktif kepada hal-hal yang membawa kepada kebaikan dan berusaha kuat menghalau segala kenegatifan. 

Hal ini bisa terlihat dari kesigapan Rasulullah dalam menghadapi rongrongan kafir Quraisy yang terkenal dengan perang Badar. Dalam perang Badr ini terdapat dua peristiwa penting, pertama terjadinya Alfurkon yakni membedakan mana orang yang komitmen dengan kebenaran dan mana orang masih komitmen dengan kedzaliman. Dalam jihad di Badr terlihat jelas mana orang yang komitmen kepada Islam dan mana orang yang memusuhi Islam termasuk kaum munafik yang menjadi musuh dalam selimut. Adapun hal yang terpenting dari Peristiwa Badr ini memunculkan sebuah ungkapan yang dalam ilmu hadist masih dipertanyakan keabsahannya, sekalipun dalam tingkat makna tidak salah. "Kita baru saja pulang dari jihad kecil (perang Badr) menuju jihad yang paling besar yakni jihad melawan hawa nafsu". Tidak mungkin ungkapan ini muncul dari para pemalas, karena pemalas mendewakan hawa nafsunya. 

Puasa bukanlah hanya sekedar memindahkan waktu makan saja, atau bukan juga kegitan rutinitas tahunan, tapi puasa ini diharapkan bisa memunculkan kesadaran zati diri bahwa masing-masing diri kita bisa membuat sejarah baru. Makanya ketika seseorang telah benar-benar mampu melawan hawa nafsunya maka ia akan mampu meninggalkan kemalasan, dan menghilangkan sifat rakus dalam dirinya dan mampu meninggalkan sifat korupsi, kolusi dan nepotisme yang membuat negeri ini semakin carut-marut. Maka ketika semua sifat negatif bisa dihilangkan dengan mengendalikan hawa nafsunya maka pada hakekatnya dia sedang membangun  fondasi yang kokoh untuk membuat babak sejarah baru peradaban manusia. Makanya ketika seseorang sedang melakukan puasa di bulan Ramadhan ini berarti dia sedang melakukan jihad besar yakni sedang melawan hawa nafsunya. Jangan sampai kata jihad ini diidentikkan dengan sesuatu yang menyeramkan saja. Yang berkembang sekarang seolah-olah jihad itu identik dengan pedang yang terhunus yang menyeramkan. 

Kita sebagai mahluk sejarah dimulai oleh ucapan Rasulullah dengan ungkapan kita sesungguhnya sedang melakukan jihad yang akbar yakni memerangi hawa nafsu. Makanya orang yang sedang berpuasa pada hakekatnya sedang menyambungkan hubungan dengan dzat Yang Maha Agung, Maha Kaya, Maha Sempurna, dan begitu juga ketika seseorang sedang mengumbar hawa nafsunya pada hakekatnya dia sedang menyambungkan hubungan dengan Syaithan yang serba rendah, serba lemah dan serba hina dina. Inilah dua kondisi hubungan yang kontradiktif dan membawa kepada dua konsekuwensi yang berbeda. Orang yang berhubungan dengan yang baik dia akan kecipratan kebaikan dan orang yang berhubungan dengan orang yang jelek dia juga akan kecipratan kejelekannya.

Bila jihad besar melawan hawa nafsu ini bisa dilakukan maka insya Allah akan terbentuklah sejarah peradaban baru membentuk masyarakat madani yang diidam-idamkan. Kesadaran untuk membuat sejarah peradaban baru ini juga akan muncul selain dengan jihadun nafs adalah melalui seperti dalam teologi tugas kemanusiaan. menyimpulkan bahwa sesungguhnya tugas utama manusia itu ada tiga, pertama merealisasikan ubudiyah kepada Allah SWT sehingga hubungan kita sangat dekat dan menjauhi dari godaan syaithan, kedua memakmurkan kehidupan (imaroh), ketiga memunculkan regenerasi bagi umat yang baru (khilafah fil ardi). Pemahaman sejarah seperti ini akan membawa kita pada kesadaran bahwa apa yang kita lakukan saat ini adalah akan sangat bermanfaat bagi generasi yang akan datang. Apa yang kita produk pada hari ini seharusnya sesuatu yang akan berdampak positif bagi generasi mendatang, 

Kalau dahulu Rasulullah SAW dengan aktifitas berislamnya telah mampu memunculkan sebuah karsa dan karya yang luar biasa hebat, ketika beliau telah mampu membebaskan Ka'bah dari belenggu dan lingkaran-lingkaran berhala yang sangat banyak dan terjadi pada bulan Ramadhan pula, sehingga saat kita semua shalat menghadap kiblat/ka'bah yang telah terbebas dari patung itu, sesungguhnya Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita bahwa prilaku pada suatu bangsa atau suatu masa itu akan berdampak kepada generasi berikutnya. Kita bisa membayangkan kalau Rasul gagal membebaskan Ka'bah dari berhala-berhala itu, bagaimana kita bisa menimbulkan ketauhidan yang benar kalau shalat saja kita menghadap kepada kiblat yang dipenuhi 
kemusrikan. 

Setelah berhasil membersihkan ka'bah dari berhala, Rasul kemudian tidak merubahnya dari bentuk yang berkaitan dengan kehidupan sosial pada masa itu, kemudian ia berkata kepada Aisyah : Kalaulah bangsamu bukan bangsa yang terlepas dari hubungan kejahiliyahan maka Ka'bah ini pasti akan aku rubah secara total dan akan aku kembalikan kepada aslinya seperti saat pertama dibangun oleh nabi Ibrahim AS. Hal tersebut dilakukan oleh Rasulullah SAW karena mempertimbangkan sosiologi masyarakat Mekkah saat itu.

Karenanya dalam upaya memunculkan sejarah baru memahami sosiologi masyarakat kita adalah merupakan sebuah hal yang niscaya. Kita tidak bisa membayangkan apabila kita berusaha memunculkan sejarah baru dalam kehidupan ini, ingin memakmurkan dunia ini, kemudian kita melepaskan diri dari faktor sosial kita, itu merupakan hal yang tidak mungkin. Upaya kita untuk menyadari bahwa kita punya tugas sejarah bisa dilakukan melalui peran individual kita dengan memunculkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan, dan bermanfaat bagi generasi mendatang. Dan itu semua adalah faktor sosial.

Makanya kita khawatir diera reformasi ini, yang sebagian pejabatnya mengatakan tak usah pusing-pusing lah tambah utang saja dan ngutang terus, kan yang bayar nanti bukan kita tapi adalah generasi mendatang. Itulah pikiran destruktif yang bisa membebani dan menghancurkan generasi mendatang.
Seharusnya negara ini yang kaya raya ini harus makmur bukan malahan seperti tikus yang mati di lumbung padi. Seharusnya kita berpikir seperti negara Sudan, meskipun negaranya diembargo, tapi dia mampu bangkit dan hidup mandiri dan rakyatnya lebih sejahtera. 

Puasa adalah traning langsung dari Allah SWT untuk mempersiapkan orang-orang yang akan membuat sejarah baru kehidupan. Berulang kali kita melakukan saum Ramadhan, maka mudah-mudahan pada tahun ini kita bisa memaksimalkan peran sejarah kita.

Sunday, 28 May 2017

Penelitian Ilmiah Tentang Puasa

Manfaat Puasa Secara Medis
Allah ta'alaa berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa sebagaimana juga telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa" (Q.S. Al-Baqarah: 183).
"Dan andai kalian memilih puasa tentulah itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui" (Q.S. Al-Baqarah: 184). Apakah ilmu pengetahuan kontemporer sudah bisa mengungkap rahasia dari firman Allah "Dan jika kalian berpuasa maka itu lebih baik bagi kalian"?
Sesungguhnya ilmu pengetahuan kedokteran kontemporer belum mempu mengungkap hakikat puasa, selain hanya menyatakan bahwa puasa adalah keinginan yang boleh bagi manusia untuk melakukannya atau tidak. 

Sesungguhnya puasa, setelah melalui berbagai penelitian ilmiah dan terperinci terhadap organ tubuh manusia dan aktivitas fisiologisnya menemukan bahwa puasa secara jelas adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh tubuh manusia sehingga ia bisa terus melakukan aktivitasnya secara baik. Puasa benar-benar sangat penting dan dibutuhkan bagi kesehatan manusia sebagaimana manusia membutuhkan makan, bernafas, bergerak, dan tidur. Maka manusia sangat membutuhkan hal-hal ini. Jika manusia tidak bisa tidur, makan selama rentang waktu yang lama maka ia akan sakit. Maka, tubuh manusia pun akan mengalami hal yang jelek jika ia tidak berpuasa. 
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nasaa'i dari sahabat Abu Umamah:
"Wahai Rasulullah, perintahkanlah kepadaku satu amalan yang Allah akan memberikan manfaat-Nya kepadaku dengan sebab amalan itu". Maka Rasulullah bersabda, "Berpuasalah, sebab tidak ada satu amalan pun yang setara dengan puasa".

Semangat Ramadhan !!
Alasam pentingnya puasa bagi tubuh adalah karena puasa bisa membantu badan dalam membuang sel-sel yang sudah rusak, sekaligus sel-sel atau hormon atau pun zat-zat yang melebihi jumlah yang dibutuhkan tubuh. Puasa, sebagaimana dituntunkan oleh Islam adalah rata-rata 14 jam, kemudian baru makan untuk durasi waktu beberapa jam. Ini adalah metode yang bagus untuk sistem pembuangan sel-sel atau hotmon yang rusak dan membangun kembali badan dengan sel-sel baru. Dan ini sangat berbeda dengan dengan apa yang difahami kebanyakan orang bahwa puasa menyebabkan orang menjadi lemah dan lesu. Puasa yang bagus bagi badan itu adalah dengan syarat dilakukan selama satu bulan berturut-turut dalam setahun, dan bisa ditambahkan 3 hari setiap bulan. hal ini sesuai benar dengan anjuran Rasulullah dalam sebuah haditsnya:
Siapa yang berpuasa tiga hari setiap bulan, maka itu sama dengan puasa dahr (puasa sepanjang tahun). Dan Allah pun membenarkan ucapan Nabi ini dengan firman-Nya: "Barangsiapa yang beramal dengan satu perbuatan baik, maka Allah memberikan kepadanya 10 kali lipat dari amalan itu" . Satu hari dihargai 10 hari oleh Allah, maka 3 hari dihargai 30 hari, dan bila 3 hari setiap bulan maka menjadi 36 hari. Ini senilai dengan 360 hari atau satu tahun dalam penghargaan Allah.

Tom Branch, dari Columbia Press mengatakan: Aku menganggap puasa adalah pengalaman ruhani yang sangat luar biasa, lebih besar daripada pengalaman biologis/badan semata. Maka karena keinginan itu, aku mulai berpuasa dengan tujuan membersihkan diriku dari berat badan yang berlebih. Akan tetapi, ternyata aku mendapati bahwa puasa tersebut bermanfaat sekali bagi kejernihan fikiran. Puasa sangat membantu pandangan mata sehingga pandangan menjadi jelas sekali. Demikian juga sangat membantu dalam menganalisis ide-ide baru atau pun persepsi. Aktivitas puasaku belum berlalu beberapa hari, tetapi aku mendapati pengaruh kejiwaan yang demikian besar.
Aku telah berpuasa beberapa kali hinga sekarang. Aku biasanya memilih waktu antara 1 sampai 6 hari. Pada awalnya tujuanku adalah untuk menghilangkan efek negatif dari makanan yang aku konsumsi, juga untuk membersihkan jiwaku dari hal-hal yang aku alami sepanjang hidupku, khususnya setelah memperhatikan dunia dalam beberapa bulan terakhir, dan aku melihat banyak kedhaliman dan kebrutalan yang manusia hidup di dalamnya. Sungguh aku merasa bertangung jawab terhadap keadaan mereka, maka aku pun berpuasa untuk menghilangkan fikiran-fikiran itu."
"Saya setiap kali berpuasa perasaan tertarik pada makanan benar-benar hilang, dan aku merasakan badanku sangat rileks dan nyaman dan aku merasakan diriku berpaling dari fantasi-fantasi, emosi-emosi negatif seperti dengki, cemburu, suka ngerumpi, juga hilang perasaan takut, perasaan tidak enak, dan bosan. Semua perasaan-perasaan ini hilang dengan sendirinya ketika aku berpuasa. Sungguh aku merasa dengan pengalaman yang begitu mengesankan bersama dengan banyak manusia ketika berpuasa. Mungkin semua yang aku katakan ini adalah sebab yang menjadikan muslimin -sebagaimana aku melihat mereka di Turki, Suriah, dan Quds- dengan puasa selama 1 bulan penuh menjadikan jiwa-jiwa mereka begitu mengesankan yang tidak pernah aku temukan di belahan duni manapun".

Mencegah Dari Tumor
Puasa juga berfungsi sebagai "dokter bedah" yang menghilangkan sel-sel yang rusak dan lemah di dalam tubuh. Maka, rasa lapar yang dirasakan orang yang sedang berpuasa akan bisa menggerakan organ-organ internal di dalam tubuh untuk menghancurkan atau memakan sel-sel yang rusah atau lemah tadi untuk menutupi rasa laparnya. Maka hal itu merupakan saat yang bagus bagi badan untuk mengganti sel-selnya dengan sel-sel baru sehingga bisa kembali berfungsi dan beraktivitas. Dengan hal itu juga bisa menghilangkan atau memakan organ-organ yang sakit dan memperbaharuinya. Dan puasa juga berfungsi menjaga badan dari berbagai penambahan zat-zat berbahaya, seperti kelebihan kalsium, kelebihan daging, dan lemak. Juga bisa mencegah terjadinya tumor ketika awal-awal pembentukannya.

Menjaga Kadar Gula Dalam Darah
Puasa saangat bagus dalam menurunkan kadar gula dalam darah hingga mencapai kadar seimbang. Berdasarkan hal ini, maka sesungguhnya puasa memberikan kepada kelenjar pankreas kesempatan yangbaik untuk istirahat. Maka, pankreas pun mengeluarkan insulin yang menetralkan gula menjadi zat tepung dan lemak dikumpulkan di dalam pankreas. Apabila makanan kelebihan kandungan insulin, maka pankreas akan mengalami tekanan dan melemah. Hal ini hingga akhirnya pankreas tidak bisa menjalankan fungsinya. Maka, kadar darah pun akan merambat naik dan terus meningkat hingga akhirnya muncul penyakit diabets. Dan sudah banyak dilakukan usaha pengobatan terhadap diabets ini di seluruh dunia dengan mengikuti "sistem puasa" selama lebih dari 10 jam dan kurang dari 20 jam. Setiap kelompok mendapatkan pengaruh sesuai dengan keadaannya. Kemudian, para penderita tersebut mengkonsumsi makanan ringan selama berurutan yang kurang dari 3 minggu. Dan metode semacam ini telah mencapai hasil yang menakjubkan dalam pengobatan diabets dan tanpa menggunakan satu obat-obatan kimiawi pun.

Puasa Adalah Dokter Yang Paling Murah
Sesungguhnya puasa, tanpa berlebih-lebihan, adalah "dokter" yang paling murah secara mutlak. Sebab puasa bisa menurunkan berat badan secara signifikan, dengan catatan ketika berbuka puasa memakan makanan dengan menu seimbang dan tidak mengkonsumsi makanan dan minuman langsung ketika berbuka. Rasullulah ketika memulai ifthar dari puasa adalah dengan memakan beberapa biji kurma dan bukan yang lain, atau seteguk air putih lalu shalat. Inilah petunjuk.
Ini sebaik-baik petunjuk bagi orang yang berpuasa dari makanan dan minuman untuk waktu yang lama. Maka, gula ada dalam kurma dan orang akan merasa kenyang ketika memakan kurma, sebab ia sangat mudah dicerna dan dikirim ke dalam darah, dan pada saat yang sama ia memberikan energi atau kekuatan kepada badan.

Adapun jika kita langsung makan daging setelah lapar karena puasa, sayuran, dan roti, maka tubuh memerlukan waktu yang lumayan lama untuk bisa mencerna dan menyerap sari makanannya dan baru kemudian kita merasa kenyang. Pada saat seperti ini, maka orang ketika awal-awal berbuka akan tetap merasa lapar. Akhirnya, orang yang berpuasa itu kurang bisa memperoleh manfaat langsung dari puasanya, yaitu memperoleh kesehatan, afiat, dan vitalitas, bahkan ia akan tetap kebanyakan lemak dan kegemukan. Ini tentu bukanlah tujuan Allah mensyariatkan bagi hamba-Nya untuk berpuasa. Allah berfirman "Bulan Ramadhan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan atas petunjuk itu dan pembeda. Maka siapa yang menemui bulan Ramadhan ini maka berpuasalah. Dan siapa yang sakit atau dalam perjalanan maka dia mengganti puasa tersebut pada bulan-bulan lain. Allah menginginkan untuk kalian kemudahan dan tidak menginginkan bagi kalian kesulitan" (Q.S. Al-Baqarah: 175)

Penyakit-Penyakit Kulit
Sungguh puasa memberikan manfaat untuk mengobati berbagai penyakit kulit. hal ini disebabkan karena dengan puasa maka kandungan air dalam darah berkurang, maka berkurang juga kandungan air yang ada di kulit. Hal ini pada gilirannya akan berpengaruh pada:
1. Menambah kekuatan kulit dalam melawan mikroba dan penyakit-penyakit mikroba dalam perut.
2. Meminimalisir kemungkinan penyakit-penyakit kulit yang menyebar di sekujur badan seperti sakit psoriasis (sakit kulit kronis).
3. Meminimalisir alergi kulit dan membatasi masalah kulit berlemak.

Ny. Ilham Husain, seorang puteri Mesir menuturkan:
"Ketika aku berusia 10 tahun, aku menderita sakit kulit yang kronis. Penyakit ini muncul dengan warna merah, dan aku tidak menemui satu jenis obat pun. Setelah dokter-dokter spesialis kulit terkenal di Mesir berkata kepada Ayahku, "Kalian harus membiasakan ini dan kalian hidup dengan penyakit ini. Penyakit iniadalah tamu yang memberatkan lagi memakan waktu lama". Ketika usiaku mencapai akhir 20 tahun, dan dekat dengan waktu pernikahanku, aku semakin berduka dan mengucilkan diri dari masyarakat, aku benar-benar sumpeg (sempit dada). Akhirnya, salah seorang sahabat ayahku yang selalu membiasakan diri melakukan puasa memberi nasihat kepadaku, "Cobalah wahai puteriku, engkau berpuasa sehari kemudian engkau berbuka (makan) sehari, sebab hal itulah yang juga menjadi sebab kesembuhan suamiku dari penyakit yang sampai sekarang tidak diketahui obatnya oleh dokter. Akan tetapi, lakukanlah bahwa pemberi obat adalah Allah dan sesungguhnya sebab terjadinya obat seluruhnya ada di tangan-Nya. Maka, mohonlah kesembuhan terlebih dahulu kepada-Nya dari penyakit yang engkau derita ini, lalu berpuasalah".
Maka, aku pun melakukan puasa, dan aku mulai meneliti hal-hal yang mengeluarkan aku dari jahim yang menyelimutiku. Aku membiasakan diri ketika berbuka puasa mengkonsumsi berbagai sayuran dan buah-buahan, kemudian setelah 3 jam aku baru makan makanan berat. Aku makan (tidak puasa) pada hari ke dua, lalu berpuasa para hari ke tiga, dan demikian seterusnya. Mulai terjadi hal yang mengherankan semua orang, yaitu sakit yang aku derita itu mulai sembuh setelah melewati waktu 2 bulan sejak aku berpuasa. Aku sampai tidak percaya pada diriku, dan aku memulai seperti biasa, dan aku melihat bekas sakitku itu sedikit-demi sedikit mulai hilang dan sampai akhirnya benar-benar sembuh. Akhirnya, aku pun tidak pernah tertimpa penyakit kulit tersebut sampai akhir hayatku."

Puasa Mencegah "Penyakit Orang Kaya"
Penyakit ini sering juga disebut dengan nama "penyakit nacreous" yaitu yang disebabkan karena kelebihan makanan dan sering makan daging. Akhirnya tubuh tidak bisa mengurai berbagai protein yang ada dalam daging. Dimana darinya akan menyebabkan tumpukan kelebihan urine dalam persendian, khususnya pada persendian jari-jari besar di kaki. Kpersendian terkena penyakit nacreous, maka ia akan membengkak dan memerah dan disertai nyeri yang sangat. Terkadang kadar garam pada air kencing berlebih dalam darah, kemudian ia mengendap di ginjal dan akhirnya mengkristal  dalam ginjal. Mengurangi porsi makan merupakan sebab utama bagi kesembuhan dari penyakit yang sangat berbahaya ini.

Pembekuan Jantung dan Otak
Para profesor yang melakukan penelitian medikal ilmiah ini --mayoritasnya adalah non-muslim-- menegaskan akan kebenaran puasa, sebab puasa bisa menjadi sebab berkurangnya minyak dalam tubuh dan pada gilirannya akan menyebabkan berkurangnya kolesterol. Taukah anda apa "mal-kolesterol" itu? Mal-Kolesterol adalah zat yang tertimbun pada oleh karena itu tidaklah berlebihan jika kita mau mendengarkan kepada firman Allah Ta`ala yang berbunyi : "Dan adaikan kalian mau berpuasa tentu itu lebih bagus bagi kalian jika kalian mengetahui". Maka berapa ribu manusia yang diliputi kebiasaan makan dan minum secara terus menerus tanpa ilmu ataupun bukan karena keinginan. Andai mereka mengikuti metode Allah dan sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam yang tidak berlebihan dalam hal makan dan minum, puasa tiga kali tiap bulan, tentu mereka akan mengetahui bahwa berbagai penyakit yang mereka alami akan berakhir serta akan turun berat badan mereka beberapa puluh kilogram. 

Sakit Persendian Tulang
Sakit persendian adalah penyakit yang timbul karena berlalunya waktu yang panjang. Dengan hal itu maka organ-oragan tubuh mulai terasa nyeri dan sakit-sakitpun akan menyertai, dan kedua tangan dan kaki akan mengalami nyeri yang banyak. Penyakit ini terkadang menimpa manusia pada fase-fase akhir usianya, akan tetapi lebih khusus lagi pada usia antara 30 s/d 50 tahun. Masalah yang sesungguhnya adalah kedokteran modern belum mampu menemukan obat atas penyakit ini sampai sekarang. Akan tetapi percobaan ilmiah yang dilakukan di Rusia menegaskan bahwasannya puasa bisa menjadi sebab kesembuhan penyakit ini. Puasa bisa mengembalikan atau membersihkan tubuh dari hal-hal yang membahayakan. Puasa ini dilakukan selama tiga minggu berturut-turut. pada kondisi ini maka mikroba ataupun bakteri penyebab penyakit ini menjadi zat yang dibersihkan pada badan selama puasa. Percobaan ini dilakukan terhadap jumlah penderita penyakit tersebut dan ternyata memperoleh hasil yang menakjubkan.

Berkata Sulaiman Rogerz dari New York berkata, "Aku pernah mengalami penyakit dis-fungsi persendian tulang yang sangat kronis selama tiga tahun yang lalu, padahal penyakit ini tidak terlalu berat waktu itu kecuali aku tidak bisa berjalan jauh, dan tidak mampu duduk lebih dari setengah jam. Aku sudah mencari obat dari berbagai jenis akan tetapi semuanya gagal kemudian qodarullah aku berkenal dengan seorang kawan namanya Zanji Irfani disebuah jalan yang menuju masjid dan ia mengajak aku masuk Islam, dan kami waktu itu sedang di bulan Ramadhan, dan aku sangat terheran-heran dengan metode puasa itu sendiri, akan tetapi aku terus mengikuti aturan Isla
m ini karena aku merasa aturan itu lebih menyejukan hati dimana atarun-aturan itu bisa mencegah munculnya zat-zat yang berbahaya dan menyeimbangkan hal-hal yang tidak stabil di dalam tubuh. Dua hal inilah masalah yang paling susah yang aku alami di New York. Sungguh aku mencoba untuk berpuasa sehari sebelum masuk Islam, aku hanya makan sayur-sayuran, buah-buahan dan kurma saja ketika berbuka pusa. Aku tidak makan apapun setelah itu kecuali ketika sahur, dan kini aku bisa berjalan panjang dan Alhamdulillah aku bisa berjalan cepat. Akhirnyapun hilang semua nyeri yang selama ini aku alami. Puasa ini merupakan satu-satunya cara yang aku temui yang bisa mengobati penyakitku ini. Maka akupun mengucapkan syukur pada Allah atas limpahan nikmat-Nya padaku untuk masuk Islam setelah aku benar-benar mantap dengan-Nya.
Diakhirnya, Sulaiman berkata sesungguhnya puasa memiliki keutamaan besar sekali bagiku, andai engkau melihat bagaimana aku menyambut bulan Ramadhan setiap tahun, tentu engkau akan mengatakan, "Ah, layaknya seperti anak kecil saja tidak seperti orang yang berusia 40 atau 50 tahun".

Dikutip dari laman alsofwah.or.id pada 1 Ramadhan 1424 


Friday, 12 May 2017

Maksiat, Penyebab Kekalahan

Secara harfiyah, maksiat artinya durhaka atau tidak patuh. Maksudnya adalah suatu perbuatan yang tidak mengikuti apa yang telah digariskan Allah Swt. Lawan dari maksiat adalah taat. Salah satu konsekuensi penting dari keimanan kepada Allah Swt adalah taat kepada segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya, baik dalam keadaan sendiri maupun bersama orang lain, dalam situasi senang maupun susah, begitulah seterusnya.
Setiap maksiat pasti nikmat
Dalam perjuangan menegakkan ajaran Islam, setiap pejuang harus selalu berada dalam ketaatan dan tidak boleh melakukan hal-hal yang bernilai maksiat. Hal ini karena kemaksiatan mengakibatkan penilaian dosa dari Allah Swt dan dosa akan menimbulkan akibat yang sangat fatal, baik bagiindividu maupun jamaah. Maka sudah seharusnya setiap orang beriman menjauhi maksiat meskipun maksiat itu senantiasa terlihat nikmat.

Akibat Maksiat

Dosa yang merupakan kemaksiatan setidak-tidaknya akan membawa empat akibat, tidak hanya di dunia ini tapi juga di akhirat nanti. Empat akibat itu sangat penting kita pahami dan kita renungi agar dosa dan kemaksiatan tidak kita anggap sepele, sekecil apapun kemaksiatan itu.

1. Menggelisahkan Hati.
Ketenangan hati merupakan sesuatu yang sangat diperlukan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya, apalagi bagi para pejuang di jalan Allah. Sebagai manusia, kehidupan ini bisa dijalani dengan baik manakala ada ketenangan batin, namun bila ketenangan jiwa tidak dimiliki, tentu saja kehidupan ini tidak bisa dijalani dengan baik. Karena itu, sangat berbahaya bila pemimpin dan rakyatnya tidak memiliki ketenangan jiwa disebabkan dosa yang dilakukannya. Hal ini karena dosa memang dapat menggelisahkan hati pelakunya dan bisa berakibat pada tindakan-tindakan yang mendatangkan perbuatan dosa berikutnya, Rasulullah bersabda: 
"Dosa adalah sesuatu yang menggelisahkan dalam hati seseorang, sedangkan ia tidak setuju kalau hal itu diketahui oleh orang lain. (HR. Ahmad).

2. Terjadi Bencana Alam
Di dunia ini seringkali terjadi bencana alam mulai dari kemarau yang terlalu panjang hingga masyarakat kesulitan air, gunung meletus, gempa bumi, tanah longsor, banjir, kebakaran, angin kencang dan sebagainya. Hal itu jangan kita anggap sebagai peristiwa alam biasa. Karena pada hakikatnya bencana ada kaitannya dengan dosa yang dilakukan oleh manusia sehingga Allah Swt menunjukkan kemurkaan-Nya. Allah Swt berfirman,
"maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka diantara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan diantara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan diantara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan diantara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri" (Q.S. 29:40).

Terjadinya berbagai bencana alam pada hakikatnya adalah untuk mengingatkan manusia agar menyadari kesalahannya sehingga mereka mau kembali ke jalan Allah yang benar. Allah Swt berfirman,
"telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)"(QS 30:41).

3. Pertentangan Antar Manusia.
Dosa yang dilakukan oleh manusia ternyata bisa menimbulkan konflik di antara sesama mereka. Bahkan hingga terjadi tindakan-tindakan yang ganas, antar satu dengan lainnya, sesuatu yang semula tidak kita duga sama sekali. Hal ini karena orang yang berbuat dosa tidak mau mengakui kesalahannya, meskipun tahu bahwa ia telah berbuat salah. Maka orang yang dianggap telah berbuat salah dan dosa akan dipermasalahkan sehingga terjadilah konflik yang tidak sedikit melahirkan tindakan-tindakan yang sadis. Karena itu, bila di suatu negeri sering terjadi konflik, baik antar masyarakat maupun para pemimpinnya, salah satu yang harus kita teliti adalah dosa apa yang mereka lakukan sehingga mereka saling berselisih. Hal ini terdapat di dalam firman-Nya,
"katakanlah: Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlah, betapa kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami"(QS 6:65).

Dalam kehidupan berjamaah, bila di antara anggota-anggotanya ada yang melakukan kemaksiatan, ini akan menimbulkan pertentangan di antara mereka. Pertentangan yang bisa menimbulkan hilangnya kekuatan jamaah itu karena ada perpecahan, Rasulullah Saw bersabda:
"demi yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tiada dua orang saling mengasihi lalu bertengkar dan berpisah kecuali karena akibat dosa yang dilakukan oleh salah seorang dari keduanya" (HR. Ad Dailami).

4. Terhambat Untuk Bisa Masuk Surga.
Dalam rangkaian peristiwa pada hari kiamat, ada saat di mana manusia akan menunggu keputusan Allah Swt, apakah ia akan dimasukkan ke dalam surga atau ke neraka. Orang yang banyak beramal shaleh dengan membawa pahala yang banyak,  akan tenang-tenang saja menghadapi situasi itu. Bahkan dari raut wajahnya nampak kegembiraan karena ia yakin akan keputusan Allah yang menggembirakan dirinya, yakni dimasukkan ke dalam surga. Tapi bagi orang yang berbuat dosa dalam hidupnya di dunia, apalagi dosa-dosa besar yang dibawanya, maka ia sangat murung dan takut dalam menghadapi keputusan Allah terhadap dirinya. Apalagi memang tidak mungkin rasanya bila ia masuk ke dalam surga karena dalam kehidupan yang dijalaninya, ia selalu berpaling dari nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an, Allah Swt berfirman,
"barang siapa berpaling dari Al-Qur’an, maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat, mereka kekal di dalam keadaan itu. Dan amat buruklah dosa itu sebagai beban bagi mereka di hari kiamat, (yaitu) di hari (yang waktu itu) ditiup sangkakala  dan Kami akan mengumpulkan pada hari itu orang-orang yang berdosa dengan muka yang biru muram" (QS 20:100-102).  

Hal itu dapat itu terjadi, pada sebuah negeri yang dapat dikatakan sebagai negeri yang penuh dosa Sehingga tidak mungkin bisa dicapai kebahagiaan dan ketenangan hidup di dalamnya. Bahkan di dalam hadits, Rasulullah Saw memastikan orang yang bermaksiat kepada Allah Swt dan mati dalam kemaksiatan tidak akan bisa masuk ke dalam surga, Rasulullah Saw bersabda:
"semua umatku akan masuk surga, kecuali yang tidak mau. Sahabat bertanya, “Siapa yang tidak mau Ya Rasulullah?”. Rasul menjawab, “Barang siapa yang taat kepadaku ia masuk surga dan  siapa yang durhaka kepadaku ia termasuk orang yang tidak mau”.

Akibat dalam Perjuangan

Objektifitas sejarah dalam Islam telah menunjukkan kepada kita betapa kemaksiatan bisa menjadi penyebab suatu kekalahan dalam perjuangan. Dari sekian banyak peristiwa, ada dua peristiwa penting yang bisa kita jadikan rujukan untuk mengambil pelajaran. Pertama, kekalahan dalam perang Uhud yang  terjadi karena ketidakdisiplinan para sahabat. Ketika itu, Rasulullah Saw belum menyatakan bahwa perang sudah selesai meskipun musuh-musuh sudah meninggalkan arena perang karena mendapatkan serangan yang dahsyat dari pasukan muslim. Tapi sebagian sahabat justru telah melakukan pengumpulan harta rampasan perang (ghanimah), maka sahabat-sahabat yang lainpun turut serta mengumpulkan harta itu, termasuk pasukan yang di atas bukit. Melihat hal itu, sisa-sisa tentara kafir melakukan konsolidasi dan mereka naik ke atas bukit lalu melakukan serangan yang bertubi-tubi hingga para sahabat kocar-kacir, bahkan 70 orang sahabat menjadi syahid dan Rasulullah Saw sendiri terperosok ke dalam lubang, mengalami luka dan giginya sampai patah.

Kedua, kekalahan dalam perang Hunain meskipun kaum muslimin berjumlah sangat banyak, yakni 12.000 pasukan, sedangkan pasukan kafir hanya 4000 orang. Hal ini terjadi karena adanya perasaan sombong dan menganggap enteng lawan karena jumlah pasukan yang banyak. Hal ini menyebabkan jumlah pasukan Islam menjadi sedikit dan yang sedikit itulah yang kemudian menunjukkan kesungguhan sehingga berhasil mengalahkan musuh.

Berdasarkan dua contoh diatas, menjadi jelas bagi kita betapa para dai dan mujahid harus betul-betul memiliki akhlaq yang mulia untuk suksesnya dalam perjuangan, sedangkan kemaksiatan hanya akan membuat Allah menjadi murka, bahkan sangat besar kemurkaan-Nya sehingga sulit memberikan kemenangan kepada kaum muslimin.
Wallahu A’lam, semoga bermanfaat.

Sumber: Seri Taujihat Ri’ayah Ma’nawiyah terdiri dari Khithab Qiyadi, Taujihat Lailatul Katibah

Thursday, 11 May 2017

Hak dan Kewajiban Rakyat atas Pemerintahan dan Masa Depan Perjuangan Islam

Hak dan kewajiban umat atas pemerintahan

Rakyat dan pemerintahan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Mustahil sebuah pemerintahan berdiri tegak tanpa ada rakyat atau umat yang ada di dalamnya. Sebab, kekuasaan pemerintahan seperti itu adalah kekuasaan yang kosong dan tidak memiliki kekuatan apa-apa. Rakyat atau umat tidak mungkin juga dapat hidup tanpa pemerintahan yang mengaturnya karena keadaan akan menjadi kacau akibat adanya kehendak-kehendak yang berbeda-beda dan saling memaksa. Hanya umat atau rakyat yang semuanya terdiri dari orang-orang bijak bestari yang tidak memerlukan pemerintahan.  Tetapi, umat yang memiliki karakter seperti ini hanya ada dalam alam mimpi atau alam utopi.

Maka keberadaan sebuah negara yang terdiri dari pemerintahan dan rakyat adalah sebuah keniscayaan dalam ajaran Islam. Firman Allah SWT dalam Surah An-Nisaa’ ayat 58-59,“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu.  Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.  Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu.  Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya).”

Ibnu Taimiyah dengan tegas menyatakan, “Barang siapa yang tidak bisa diluruskan dengan Al-Qur’an maka diluruskan dengan kekuatan. Oleh karena itu agama ditegakkan dengan Al-Qur’an dan senjata.”  Sedangkan Imam Al-Ghazali mengatakan, “Dunia adalah ladang akhirat.  Agama tidak akan sempurna kecuali dengan dunia.  Kekuasaan dan agama adalah kembaran yang tidak dapat dipisahkan.  Agama adalah tiang, sementara penguasa adalah penjaga.  Bangunan tanpa tiang akan rubuh dan apa yang tidak dijaga akan hilang.  Keteraturan dan kedisiplinan tidak akan terwujud kecuali dengan penguasa.”

Masa depan islam ditangan keluarga islam
Kewajiban pemerintahan kepada rakyatnya sangat jelas, yakni menyampaikan amanat dan menetapkan hukum secara berkeadilan. Sedangkan kewajiban rakyat juga sangat jelas, yaitu tunduk dan taat kepada pemerintah dalam mengelola dan menjaga negaranya. Amanat dan hukum yang harus dijalankan pemerintah dengan adil mencakup seluruh bidang kehidupan, mulai dari ekonomi, hukum, sosial, budaya, politik dan lainnya. Rasulullah SAW menyatakan,“Saya lebih utama bagi setiap Muslim ketimbang dirinya sendiri. Siapa yang meninggalkan harta kekayaan, maka menjadi hak warisnya. Siapa yang meninggalkan utang atau anak-anak dan keluarga maka saya bertanggung jawab atas mereka.” (HR Muslim).

Apabila kedua pihak tidak menunaikan kewajibannya maka kedua pihak akan kehilangan hak-haknya. Hak keadilan dalam segala bidang bagi rakyat dan hak ketaatan dan kepatuhan bagi pemerintahan. Keadaan ini akan menjadi ancaman serius bagi stabilitas negara dan bahaya yang ditimbulkannya boleh jadi akan melebihi serangan dari negara-negara musuh yang sangat kuat sekalipun. Untuk menjaga stabilitas inilah setiap Khalifah yang empat diangkat mereka melakukan pidato-pidato yang memerintahkan untuk mewaspadai kemungkinan di atas, sebagaimana pidato Khalifah Abu Bakar As Shidiq RA dalam pengangkatannya, “Wahai manusia seluruhnya, aku diangkat untuk memimpin kamu dan aku bukanlah orang terbaik diantara kamu.  Jika aku membuat kebaikan maka dukunglah aku.  Tetapi jika aku membuat kejelekan maka koreksilah aku.  Kebenaran itu suatu amanat dan kebohongan itu suatu khianat….. Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Bila aku mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka tiada kewajiban patuh bagi kamu terhadap aku…. ”

Masa depan umat bila pemerintah melalaikan kewajibannya

Kehancuran umat dan rakyat akan menjadi sebuah ancaman yang paling serius apabila pemerintahan tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya, terutama terhadap rakyat dan umatnya. Pemerintah yang korup terhadap amanat yang diembannya dan yang zalim terhadap ketetapan-ketetapan hukumnya akan menjadi bencana besar dalam seluruh bidang kehidupan: sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya, dan akhirnya eksistensi negara itu sendiri.  

Inilah kiamat yang dijanjikan sebagaimana yang dikatakan Rasulullah SAW dalam haditsnya:“Bila amanat disia-siakan tunggulah datangnya kiamat.” Dikatakan: “Bagaimana bentuk penyia-nyiaannya?” Rasulullah SAW bersabda:“Bila persoalan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat.” (H.R. Bukhari). Orang-orang yang memiliki sifat korup dan bengis tentu bukan ahlinya (menjadi) penguasa atau pemerintahan.  

Bermacam-macam model negara yang menyeleweng dari negara ideal akibat tidak dilaksanakannya kewajiban pemerintahan. Ada negara diktator otoriter yang pemerintahannya membungkam segala bentuk kritik dan pendapat rakyat sehingga segala macam aktivitas rakyat dicurigai dan dibatasi. Bersamaan dengan itu, negara akan bersifat sangat korup dan semena-mena karena tidak ada satu kekuatan pun yang mampu mengingatkan dan meluruskannya. Negara juga akan bersifat sekuler meskipun secara resmi ia menghormati keberadaan agama-agama. Peran agama diminimalisir sekecil mungkin dan akhirnya terpinggirkan tak berdaya. Yang berkembang adalah budaya hedonisme, pragmatisme, materialisme, dan permisivisme. Pada puncaknya sumberdaya negara akan habis tersia-siakan akibat digerogoti terus-menerus secara tidak bertanggung jawab.

Hal yang paling sering terjadi dalam negara seperti di atas adalah diterapkannya politik belah bambu oleh penguasa—satu kelompok diperlakukan istimewa, sedangkan kelompok lainnya diinjak-injak. Dua kelompok ini kemudian dihasut untuk saling bermusuhan dan bahkan menyerang satu dengan yang lain. Maka, dengan itu perhatian rakyat akan terpecah oleh persoalan-persoalan konflik horisontal dan meninggalkan persoalan-persoalan yang terkait dengan kebobrokan pemerintah.  Isu yang dikembangkan kadang persoalan rasial, agama, fasilitas, bahkan sampai-sampai persoalan-persoalan sepele yang kemudian direkayasa menjadi persoalan besar yang dapat menimbulkan bentrokan.  

Bahaya fitnah yang terjadi dalam suatu wilayah digambarkan Allah SWT dalam firman-Nya :“Dan takutlah terhadap fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang zalim di antara kamu semata.  Dan ketahuilah bahwasanya balasan Allah sangat berat.” (Q.S. 8/Al-Anfaal: 24). Kezhaliman yang dilakukan oleh seorang rakyat saja dampak buruknya dapat menyebabkan kehancuran seluruh umat, apalagi jika kezhaliman itu datangnya dari rezim para penguasa; pemerintah yang seharusnya memerintah dan mengatur rakyat.  Bahayanya akan jauh lebih besar dan lebih dahsyat lagi.
Menuntut hak dengan menunaikan kewajiban.

Masa depan umat di dalam sebuah negara yang pemerintahannya zalim sangat tergantung pada umat atau rakyat itu sendiri.  Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Setiap nabi yang diutus Allah kepada suatu kaum sebelum saya selalu punya pendukung dan pembela yang melaksanakan sunnahnya dan mematuhi perintahnya.  Kemudian kaum itu meninggalkan generasi yang mengatakan apa yang mereka tidak lakukan, melakukan apa yang tidak diperintahkan.  Siapa yang melawan mereka dengan kekuatan tangannya, maka dia adalah orang mukmin.  Siapa yang melawan mereka dengan kekuatan lisannya, maka dia adalah mukmin.  Siapa yang melawan mereka dengan kekuatan hatinya, maka dia adalah mukmin.  Selain tindakan itu, tidak ada lagi keimanan sebesar zarrah pun.” (H.R Muslim).

Terpeliharanya negara dari penyelewengan para penguasanya merupakan hasil kerja dari orang-orang kritis yang mengelilingi penguasa tersebut. Mereka bisa berasal dari golongan wazir (menteri), ulama, atau bahkan rakyat kecil sekalipun. Oleh karena itu, umat tidak boleh tinggal diam melihat kezhaliman yang merajalela di depan matanya. Para pemimpin pemerintahan itu adalah saudara Muslim mereka sendiri sehingga terkena kewajiban di antara pribadi Muslim satu dengan lainnya. Salah satu di antaranya adalah saling menasihati dalam kebenaran, kesabaran, dan kasih sayang.  
Imam Muslim dan Ahmad meriwayatkan, pada suatu hari seorang sahabat, ‘Aidz ibn Amru (wafat 61 H) datang menemui salah seorang gubernur yang bernama Ubaidillah ibn Ziyad dan menasihatinya:
“Wahai anakku, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa seburuk-buruk pemimpin adalah mereka yang bengis.  Maka hati-hatilah engkau agar tidak termasuk ke dalam golongan mereka.” Ubaidillah ibn Ziyad kemudian menyahut:“Duduklah, sesungguhnya engkau hanyalah seorang yang tidak diperhitungkan (nukhoolatun) dari sahabat-sahabat Muhammad.” ‘Aidz ibn Amru kemudian berkata: “Adakah orang-orang yang tak diperhitungkan pada atau di antara sahabat-sahabat Muhammad? Sesungguhnya orang-orang yang tak diperhitungkan itu ada pada masa sesudah mereka dan di dalam masyarakat selain mereka.”

Dalam sebuah pertemuan di Istana Baghdad Al Hasan bin Zaid, gubernur Madinah, meminta seorang ulama shalih bernama Ibnu Abi Dzuaib yang ada di ruang pertemuan itu untuk menilai Khalifah Abu Ja’far Al Manshur.“Apa yang engkau katakan tentang diriku?”tanya khalifah Abbasiyah itu. “Engkau bertanya kepadaku seakan-akan kamu tidak tahu tentang dirimu sendiri?” Abi Dzuaib balik bertanya, “Demi Allah, engkaulah yang memberitahu aku,” kata Abu Ja’far menegaskan.  Abu Dzuaib akhirnya berkata, “Aku bersaksi engkau telah mengambil harta benda dengan cara tidak benar, lalu engkau memberikannya kepada orang yang tidak berhak atas harta itu. Aku juga bersaksi bahwa kezaliman merajalela di pintu rumahku". Mendengar hal itu Abu Ja’far bangkit dari tempat duduknya lalu memegang tengkuk Ibnu Abi Dzuaib seraya berkata,“Demi Allah, andaikata aku tidak sedang berdiam di tempat ini, tentu sudah kuambil negeri Persia, Romawi, dan Turki dengan jaminan tengkukmu ini.” Abi Dzuaib dengan tenang berkata, “Wahai Amirul Mukminin, Abu Bakar dan Umar telah menjadi pemimpin. Mereka berdua melaksanakan kebenaran, berbuat dengan adil, mencengkram tengkuk orang-orang Persia dan Romawi serta dapat menonjok hidung mereka.”  Abu Ja’far melepaskan tangannya dari tengkuk Ibnu Abi Dzuaib seraya berkata, “Demi Allah, kalau bukan karena engkau orang yang jujur, tentu aku akan membunuhmu.” Abi Dzuaib berkata, “Demi Allah wahai Amirul Mukminin, aku memberi nasihat kepadamu lantaran anakmu, Al Mahdi.” (Diriwayatkan oleh Imam Asy-Syafi’i).

Dengan mengembangkan tradisi kritis terhadap pemerintahan yang merupakan kewajiban rakyat, insya Allah para penguasa pun akan terketuk hatinya untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya sebagai pemimpin. Jika pemerintah yang berlaku zalim tak mau menerima kritik, maka akan terjadi sunnatullah dimana akumulasi ketidakpuasan rakyat akan memaksa terjadinya perubahan-perubahan pemerintahan secara lebih tidak terkendali.  Kekacauan dan fitnah memang sesuatu yang mengerikan tetapi, sebagaimana terjadi pada masa-masa lalu, hal itu tidak dapat dihindari dalam mengiringi kemunculan terjadinya perubahan yang lebih menjanjikan masa depan.
Wallahu A’lam, semoga bermanfaat.

Sumber: Seri Taujihat Ri’ayah Ma’nawiyah terdiri dari Khithab Qiyadi, Taujihat Lailatul Katibah


Wednesday, 10 May 2017

Kusip-kusip Jenaka

Cerdas, pantang mundur, percaya diri
cerdas ketika akal begitu diagungkan
cerdas ketika pendapat mendapat hormat
cerdas saat pembelaan hadir menyelamatkan

Buka kembali lembaran memori
saat pendapat sahabat dinomor bawahkan
lalu mendengar seuntai opini dari sholehah yang dikagumi
pendapat sahabat dinomor bawahkan

Membela kebenaran katanya
tanpa akhlak apa artinya
membela keadilan katanya
tanpa kelembutan apa jadinya

Melawannya tak perlu akal busuk
berdiam saja sudah
tak perlu membela diri untuk hal yang samar-samar
tak perlu bertanya pada gerombolan kusip-kusip jenaka

Lama ditunggu konfirmasi penasaran
lama, sangat lama
lama.......
mari mulai kembali dari awal
aku tak kenal,. 

Sombong dan Senioritas Bukan Sifat Da'i


Puja puji hanya milik Allah Rabb alam semesta. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Pemimpin, teladan, imam para dai Nabi Muhammad SAW.

Doa dan harap kita kepada Allah swt, semoga kita selalu diberikan curahan rahmat dan inayah-Nya serta kesabaran dalam menapaki jalan dakwah yang begitu panjang dan penuh dengan berbagai rintangan dan hambatan, hanya ridha-Nya yang senantiasa kita harapkan selama kita juga ridha dengan kewajiban dakwah ini, tulus ikhlas dalam menjalankannya, senang terhadap tugas-tugas yang kita emban. Semoga Allah selalu menjaga kebersihan hati kita.
Bukankah Allah swt telah memilih kita sebagai pengemban amanah dakwah Islam dalam sebuah gerakan Islam yang menginternasional? Allah memberikan kepercayaan kepada kita untuk meneruskan risalah para nabi, khususnya misi dan ajaran Nabi Muhammad saw. Suatu penghargaan besar dari Allah swt yang telah mentakdirkan kita menjadi hamba-hamba-Nya yang dapat berhimpun dalam gerakan dakwah ini; sebab jika kita hormati penghargaan Ilahi ini, kita respon positif amanat tersebut, insya Allah, hasil dan dampaknya tak akan sia-sia, kemuliaan dunia akhirat akan diberikan sesuai dengan janji Allah swt :

"Sesungguhnya yang berikrar Robb kami adalah Allah, kemudian beristiqamah, niscaya para Malaikat turun (membawa berita), jangan kalian merasa takut dan sedih, bergembiralah dengan syurga yang dijanjikan. Kami adalah pelindung kalian dalam kehidupan dunia dan di akhirat kelak, di sana bagi kalian apa yang diinginkan dan yang diminta. Yang diturunkan dari Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Siapakah yang lebih baik perkataannya dari orang yang berdakwah ke jalan Allah dan beramal shalih serta berkata sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim" (Q.S. Fushilat:30-33)

Penghargaan Allah terhadap kita tersebut bukan untuk dibanggakan, lalu merasa tinggi hati, apalagi ujub –na’udzubillah min dzalik- terhadap diri dan menyombongkan diri dengan meremehkan orang lain. semua itu perbuatan terlarang, bahkan tidak pantas rasanya seorang yang diberikan kemuliaan sebagai da’i melakukan sikap dan perbuatan itu.
Lebih dari pada itu –ikhwani- sikap dan perilaku sombong, serta merasa tinggi hati mengakibatkan kerusakan struktur hubungan antara sesama. Bayangkan! Jika manusia saling merendahkan dan meremehkan yang satu dengan yang  lainnya. Tidak saling hormat, tidak ada kewibawaan, tidak ada trust (saling tsiqah), tidak ada etika, tidak menghormati tata susila, apa jadinya kehidupan ini jika itu yang terjadi?.
Apa gerangan yang membuat seseorang menjadi sombong, merasa tinggi, merasa lebih hebat dari orang lain??? 
Merasa lebih dari teman sendiri
Ilmu yang dimilikinya? Tidak ada yang harus dibanggakan dari ilmu yang kita miliki. Ilmu itu pada hakikatnya milik Allah, Dia mengajarkan kepada kita sedikit dari ilmu-Nya, maka justru ilmu itulah yang seharusnya memberikan rasa takut kepada Allah :
( إنما يخشى اللهَ من عباده العلماءُ )  
Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya adalah para ulama.
Atau seseorang bangga dan merasa tinggi hati karena amal-amal dan aktivitas ibadahnya yang begitu banyaknya??? Bukankah seharusnya semakin tinggi keimanan seseorang dan ketaqwaannya, semakin ia merendahkan hatinya, baik ke hadirat Allah swt, maupun kepada manusia (Adzillatin ‘alal Mu’minin a’izzatin ‘alal kafirin), rendah hati di hadapan orang beriman dan tegas di hadapan orang kafir. Nabi Muhammad saw saja sebagai khoiru khalqillah (sebaik-baik makhluk Allah) dan orang yang paling taqwa dari umatnya,  masih dipesankan Allah swt dalam firman-Nya:
"Rendahkanlah hatimu kepada pengikutmu orang-orang mukminin" (QS asy-Syu’ara: 215).

Bahkan merasa lebih banyak amalnya, lebih tinggi kedudukannya di dalam gerakan dakwah karena merasa lebih dulu aktif dan lebih senior, akan membuat dirinya lebih hina dan lebih buruk dalam pandangan Allah swt. Simaklah pesan-pesan teladan kita Nabi Muhammad saw: 
"Jika kamu mendengar seseorang berkata “semua orang rusak”, maka dialah orang yang paling rusak "(HR Muslim)
"Cukuplah keburukan seseorang, karena ia menghina saudaranya sesama muslim" (HR Muslim).

Atau ada seseorang yang sombong hanya lantaran keturunan dan keluarga besarnya? La haula wala quwwata illa Billah, renungkan kisah Nabi Muhammad tentang 2 orang yang bertikai lantaran saling berbangga dengan kehormatan keluarga besar dan keturunannya. Yang satu berkata kepada kawannya, ” Tahukah kamu siapa aku, aku ini adalah anak keturunan si Fulan, sedangkan kamu seorang anak yang tak punya ibu!” Lalu Nabi mengingatkan seraya bersabda; ” Ada 2 orang yang saling berbangga dengan keturunannya di hadapan Nabi Musa a.s. Salah seorang mereka berkata; “ Aku adalah anak keturunan si Fulan bin Fulan ”, ia sebutkan sampai 9 keturunan. Kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi Musa, “ Katakanlah wahai Musa kepada orang yang berbangga tersebut, 9 keturunanmu itu adalah ahli neraka dan engkau yang kesepuluhnya (Riwayat Abdullah bin Ahmad dalam Zawaid al-Musnad dengan sanad yang sahih, dan Imam meriwayatkannya mauquf pada Muadz dengan kisah Musa saja).


Nabi Muhammad SAW juga mengingatkan dalam sebuah hadits, “Seorang yang berbangga dengan keturunannya, sungguh ia menjadi arang api neraka, atau lebih rendah dari hewan yang bermain-main di kotoran sampah” (HR Abu Daud dan Tirmidzi, beliau meng-hasan-kan hadits ini).

Salah satu fikrah dakwah kita adalah “Salafiyah” yang menuntut kita untuk meneladani pendahulu kita yang shalih dalam sifat rendah hati mereka. Tidak ada yang merasa lebih hebat betapapun tinggi ilmu yang mereka miliki. Mereka tidak merasa lebih senior betapapun mereka lebih dahulu berbuat dan aktivitas jihad mereka lebih banyak.
Kepemimpinan Nabi Muhammad saw memberikan keteladanan kepada umatnya dalam sikap tawadhu’, sebagaimana berita yang diriwayatkan Anas bin Malik, ia berkata, “Meskipun (kita tahu) bahwa para sahabat adalah orang yang paling cinta kepada Rasulullah, namun mereka tidak pernah berdiri menyambut kedatangan Rasulullah saw, karena mereka tahu bahwa hal itu tidak disenangi Nabi saw” (HR Tirmidzi, hadits hasan).
Aduhai… siapa yang tidak mengenal Abdur-Rahman bin Auf yang sangat disegani di kalangan kaumnya. Namun kepiawaian dan kesenioran beliau tidak membuat dirinya tinggi hati sampai kepada pelayannya sekalipun, hal itu dikisahkan oleh sahabat Abu Darda’, “…..Abdur-Rahman bin Auf sulit dibedakan dengan pelayannya, karena tidak nampak perbedaan mereka dalam bentuk lahiriyahnya”. Duduk sama rendah berdiri sama tinggi, kira-kira peribahasa itulah yang digunakan.
Demikian pula kehebatan Imam Hasan Basri dalam ilmu agama tidak memperdayakan dirinya menjadi seorang yang ‘sok’ atau merasa lebih hebat di hadapan teman-temannya. Suatu saat Hasan Basri berjalan dengan beberapa orang, orang-orang itu berjalan pada posisi di belakang Hasan Basri, maka Hasan Bashripun mencegah mereka (melakukan itu), seraya berkata, “Tidak benar hal ini dilakukan setiap hamba Allah?”.

Sosok tabiin seperti Abu Sofyan ats-Tsauri ternyata juga benar-benar teruji sifat tawadhunya. Saat beliau berkunjung ke Ramallah (di Palestina), Ibrahim bin Ad-ham mengutus seseorang kepada Sofyan untuk meminta agar ia datang bersinggah ke rumahnya, seraya berkata, “Wahai Sofyan kemarilah untuk berbincang-bincang”. Sofyan pun mendatangi Adham. Ketika Adham ditegur seseorang “Mengapa kamu berbuat demikian”. Adham menjawab “Saya ingin menguji ke-tawadhu’-annya”.

Demikian pula jabatan dan kedudukan tidak layak dijadikan alasan untuk berbangga diri apalagi mengusungkan dada “akulah orang besar”. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, bahwa Umar bin Abdul Aziz ra kedatangan seorang tamu saat ia sedang menulis, saat lampu padam karena terjatuh, sang tamupun berkata: Biarkan aku ambil lampu itu untuk aku perbaiki! Umar Sang Khalifah berkata: Tidak mulia seseorang yang menjadikan tamunya sebagai pelayan. Tamu itu berkata lagi, “Atau saya minta bantuan anak-anak”. Umar Amirul Mukminin berkata: Mereka baru saja tidur (jangan ganggu mereka)”. Kemudian Sang Khalifah pun beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil lampu itu dan memperbaikinya sendiri. Tamu itu terheran-heran seraya berseru, “Wahai Amiril Mukminin, engkau melakukannya itu sendiri? Amiril Mukminin berkata, “Saat saya pergi saya adalah Umar, saat saya kembali pun  saya adalah Umar, tidak kurang sedikit pun dari saya sebagai Umar. Sebaik-baik manusia adalah yang tawadhu di sisi Allah swt”. Subhanallah……
Ikhwah fillah, orang-orang yang berhimpun dalam mahabbah dan keridhaan Allah sejatinya mengenyahkan sifat sombong, ‘sok’, senioritas apalagi figuritas. Hiasilah diri Antum dengan tawadhu’, rendah hati, selalu merasa memerlukan tambahan ilmu, pengalaman dan merasa saling butuh dengan  sesama ikhwah lainnya.
Akhirnya, ikhwah fillah terimalah taujih Rabbani ini :
"Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu" (Q.S. ِِAl-Isra: 37-38).
Wallahu A’lam, semoga bermanfaat.

Sumber: Seri Taujihat Ri’ayah Ma’nawiyah terdiri dari Khithab Qiyadi, Taujihat Lailatul Katibah